17 Juni 2022, merupakan peluncuran sesi konsultasi perdana untuk layanan Coaching Clinic Rencana Induk TIK (RITIK) Perguruan Tinggi. Dalam agenda tersebut Bapak Nanang Ruswianto, S.T., M. Kom, selaku konsultan dan analis untuk perumusan Rencana Induk TIK turut hadir dalam diskusi melalui video conference. Coching Clinic RITIK Perguruan Tinggi selanjutnya akan rutin diadakan setiap pekan pertama dan ketiga tiap bulan, tanpa dipungut biaya (GRATIS). Selain itu, terdapat pula grup telegram yang setiap saat terbuka untuk diskusi mengenai RITIK Perguruan Tinggi. Berbagai entitas perguruan tinggi dapat turut bergabung dalam grup tesebut melalui tautan https://t.me/KlinikRITIK.

Berikut merupakan rangkuman hasil konsultasi Coaching Clinic RITIK Perguruan Tinggi, tanggl 17 Juni 2022. Mengutip pendapat Romi Satria Wahono, seorang IT Consultant, “Kita terkadang tidak akan berpikir mengenai perencanaan IT, jika kita merasa apa yang kita jalankan hari ini baik-baik saja. Padahal, sebetulnya tidak sedang baik-baik saja.”

Seringkali kampus telah memiliki himpunan data dan sistem informasi yang baik, namun hal tersebut tidak dibarengi dengan mengoptimalkan pengguna dan alur kerjanya. Akhirnya terjadi keadaan seperti ketika karyawan atau operator berganti, maka kampus harus menginvestasikan kembali waktu, biaya & tenaga untuk para karyawan belajar mengenai sistem informasi tersebut. Hal-hal seperti itu dapat dihindari apabila kampus memiliki Rencana Induk Teknologi Informasi Komunikasi (RITIK) yang baik.

kampus harus punya RITIK

Sepatutnya sistem teknologi informasi dapat memenuhi maturity model (kematangan proses) yang baik. Jika mengambil contoh model framework COBIT, maka sistem informasi di kampus dipetakan sebagai berikut:

1. Maturitas level rendah.
Jika sistem informasi di kampus hanya dapat menampilkan: Info jadwal KRS, info mata kuliah/dosen dan info jadwal ujian.

2. Tahap maturitas yang dapat berinteraksi.
Jika sistem informasi di kampus sudah dapat “berinteraksi”, seperti: jadwal yang dapat dilihat mahasiswa, akhirnya dapat diubah atau disesuaikan sesuai dengan kondisi terkini dosen mengajar, dan perubahan jadwal oleh dosen dapat dilakukan.

3. Tahap maturitas yang dapat “transaksional”
Jadwal yang tadi dapat dilihat, diubah, dan disesuaikan oleh operator akademik, akhirnya juga dapat diberi foto KTM, atau mendapat persetujuan dari dosen mata kuliah yang bersesuaian, serta ada persetujuan berjenjang. Selain itu, mampu memberikan laporan kepada pimpinan perguruan tinggi sebagai bagian dari sistem pendukung pengambilan keputusan.

4. Tahap maturitas yang dapat berkolaborasi dan berintegrasi
Sistem informasi yang baik harusnya dapat terintegrasi dan berkolaborasi antar lembaga dan satuan kerja atau entitas yang ada di kampus. Sistem akademik yang sudah dapat menerapkan semua tahap maturitas di atas, dapat menampilkan jadwal interaktif dan dapat menfasilitasi “transaksional” persetujuan berjenjang dan menyajikan report untuk pimpinan. Selanjutnya harus dapat berinteraksi dengan sistem yang lain, misal: sistem akademik kampus dapat berinteraksi dengan sistem LPPM. Jumlah mahasiswa yang sudah mendaftar KKN dan sudah membayar KRS, dapat dilihat datanya dari sistem LPPM.

5. Tahap maturitas yang optimal.
Sistem informasi yang baik seharusnya juga tetap dipelihara (maintenance) dan disesuaikan dengan kebutuhan yang terkini. Baca juga: Kapan Kampus Harus Mempunyai RITIK?