Di tengah kompetisi global yang semakin tajam dan kebutuhan akan sumber daya manusia yang unggul, perguruan tinggi di Indonesia dihadapkan pada sebuah pertanyaan mendasar namun sangat penting: mana yang harus didahulukan, mutu atau akreditasi? Pertanyaan ini bukan sekadar pertimbangan administratif, tetapi menyangkut fondasi pendidikan tinggi dan keberlanjutan kualitas dalam menghasilkan lulusan yang siap bersaing di era yang terus berubah.

Tak jarang masyarakat awam menilai reputasi perguruan tinggi semata-mata dari status akreditasinya. Sebuah kampus dengan label “Unggul” atau “Baik Sekali” lebih mudah menarik perhatian calon mahasiswa maupun mitra kerja sama. Namun, apakah status akreditasi benar-benar menjadi jaminan mutu pendidikan di dalamnya?

Untuk menjawab pertanyaan mutu atau akreditasi ini, kita perlu memahami peran masing-masing — baik mutu atau akreditasi — dalam pengelolaan pendidikan tinggi, khususnya dalam kerangka kebijakan yang tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Mutu sebagai Fondasi Jalannya Pendidikan Tinggi

ppepp penjaminan mutu

Mutu adalah jantung dari semua aktivitas akademik dan non-akademik di perguruan tinggi. Tanpa mutu yang baik, seluruh proses pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, hingga tata kelola perguruan tinggi akan berjalan tanpa arah dan hasil yang bermakna.

1. Apa Itu Mutu dalam Konteks Pendidikan Tinggi?

Mutu dalam pendidikan tinggi mengacu pada tingkat kesesuaian antara proses, output, dan outcome institusi dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti). Lebih dari itu, mutu juga mencerminkan komitmen dan konsistensi perguruan tinggi dalam membentuk lulusan yang:

  • Berdaya saing global, baik di pasar kerja lokal maupun internasional.
  • Adaptif terhadap perubahan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan.
  • Memiliki integritas akademik dan profesionalisme yang tinggi.

Mutu pendidikan tidak hanya berhenti pada capaian nilai mahasiswa atau jumlah lulusan, melainkan juga mencakup:

  1. Kualitas proses belajar-mengajar — Apakah kurikulum dirancang sesuai kebutuhan zaman dan dunia industri?
  2. Kualitas tenaga pengajar — Apakah dosen memiliki kompetensi, sertifikasi, dan pengalaman praktis di bidangnya?
  3. Fasilitas pendukung pendidikan — Apakah laboratorium, perpustakaan, dan infrastruktur kampus memenuhi standar?
  4. Kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat — Apakah produk akademik perguruan tinggi memberi dampak nyata?

Mutu menjadi dasar penting agar perguruan tinggi tidak hanya sekadar “menghasilkan” lulusan, melainkan mencetak insan yang bermutu.

2. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI): Pilar Penguatan Mutu

Dalam rangka menjamin dan menjaga mutu secara berkelanjutan, perguruan tinggi wajib menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). SPMI adalah proses sistematis yang melibatkan seluruh unsur di perguruan tinggi, mulai dari pimpinan hingga mahasiswa.

SPMI mencakup lima langkah siklus berkelanjutan:

  • Penetapan Standar Mutu
    Perguruan tinggi harus menyusun standar mutu sesuai SN-Dikti, dan bisa menambahkan standar mutu mandiri yang lebih tinggi dari standar nasional.
  • Pelaksanaan Standar Mutu
    Standar yang ditetapkan diterapkan dalam proses belajar-mengajar, penelitian, pengabdian masyarakat, serta tata kelola institusi.
  • Evaluasi Pelaksanaan Standar Mutu
    Evaluasi internal dilakukan melalui audit mutu akademik dan non-akademik, yang bertujuan mengidentifikasi kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan.
  • Pengendalian Mutu
    Langkah pengendalian diambil untuk memperbaiki ketidaksesuaian yang ditemukan dalam evaluasi, agar tidak terjadi kesalahan berulang.
  • Peningkatan Mutu
    Berdasarkan hasil evaluasi dan pengendalian, perguruan tinggi terus mendorong perbaikan mutu yang lebih tinggi dan berkelanjutan.

Dengan SPMI yang berjalan baik, mutu perguruan tinggi tidak hanya akan stabil, tetapi juga meningkat seiring waktu. Salah satu aplikasi yang banyak digunakan oleh perguruan tinggi di Indonesia dalam mendukung implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah eSPMI, yang merupakan bagian dari eCampuz. Aplikasi ini menawarkan solusi terintegrasi untuk pengelolaan manajemen mutu pendidikan yang lebih efektif dan efisien di perguruan tinggi.

Akreditasi sebagai Pengakuan Resmi

penilaian maturitas

Jika mutu adalah proses internal yang terus-menerus ditumbuhkan dan dijaga, maka akreditasi perguruan tinggi adalah pengakuan eksternal yang diberikan oleh lembaga resmi atas mutu yang telah dicapai.

1. Tujuan dan Manfaat Akreditasi

Akreditasi berfungsi sebagai alat ukur formal untuk:

  • Menunjukkan bahwa perguruan tinggi memenuhi standar minimum mutu nasional.
  • Memberikan jaminan kualitas kepada masyarakat, dunia industri, dan pemerintah.
  • Menjadi syarat penting untuk mendapatkan akses pendanaan, hibah, pengakuan ijazah, hingga kerja sama internasional.
  • Menunjukkan bahwa institusi memiliki sistem tata kelola yang sehat, transparan, dan akuntabel.

Akreditasi yang baik tentu menjadi kebanggaan institusi dan menjadi daya tarik utama dalam promosi pendidikan, namun tetap harus dipahami bahwa akreditasi adalah konsekuensi dari mutu, bukan sebaliknya.

2. Proses Akreditasi Perguruan Tinggi

Akreditasi di Indonesia saat ini dilakukan oleh dua lembaga utama:

  • Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk program studi dan institusi pendidikan tinggi.
  • Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) untuk program studi berbasis rumpun keilmuan tertentu, seperti teknik, kesehatan, pertanian, dan sebagainya.

Tahapan akreditasi meliputi:

  • Penyusunan Borang Evaluasi Diri
    Perguruan tinggi mengisi dokumen yang memuat data dan informasi tentang pelaksanaan pendidikan, penelitian, pengabdian, dan tata kelola.
  • Asesmen Lapangan
    Tim asesor dari badan akreditasi akan melakukan kunjungan langsung untuk memverifikasi data dan melihat implementasi mutu di lapangan.
  • Penilaian Akhir
    Berdasarkan borang dan hasil asesmen lapangan, perguruan tinggi akan memperoleh peringkat akreditasi, mulai dari “Baik”, “Baik Sekali”, hingga “Unggul”.

Namun akreditasi bukan sekadar prosedur administratif, melainkan merupakan pengakuan atas hasil nyata dari penerapan mutu internal yang kuat.

Kebijakan yang Berlaku: Mana yang Harus Didahulukan?

audit mutu internal perguruan tinggi

Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, pemerintah telah mengatur dengan tegas sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi dalam dua pilar utama:

  1. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) — sebagai proses internal di perguruan tinggi.
  2. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) — sebagai proses akreditasi yang dilakukan oleh lembaga eksternal.

Kenapa Mutu Harus Didahulukan?

  • Mutu adalah pondasi. Tanpa mutu yang kokoh, akreditasi tidak lebih dari sekadar formalitas.
  • Mutu mendorong inovasi. Perguruan tinggi yang fokus pada mutu akan lebih responsif terhadap perubahan, baik di bidang akademik, teknologi, maupun sosial.
  • Mutu menciptakan budaya perbaikan berkelanjutan. Hal ini penting agar institusi tidak hanya mengejar status, tetapi membangun karakter institusi yang adaptif dan berdaya saing.

Regulasi pemerintah secara jelas menempatkan mutu sebagai langkah awal yang wajib dipenuhi, sebelum perguruan tinggi mengajukan diri untuk akreditasi. Dengan kata lain jawaban mutu atau akreditasi adalah mutu bukan pilihan, melainkan kewajiban.

Mutu atau Akreditasi, Mana yang Lebih Penting?

Pertanyaan mutu atau akreditasi ini seolah membingungkan, namun jika dicermati lebih dalam, jawabannya cukup jelas.

Mutu Lebih Penting, Karena:

  • Mutu adalah proses berkelanjutan yang menumbuhkan karakter institusi.
  • Akreditasi adalah hasil dari mutu, bukan alat untuk membentuk mutu.
  • Perguruan tinggi yang fokus pada mutu akan mendapatkan akreditasi yang layak secara alamiah, tanpa perlu rekayasa data atau persiapan yang mendadak.

Akreditasi memang penting sebagai bukti pengakuan eksternal, namun perguruan tinggi yang hanya mengejar akreditasi tanpa membangun mutu ibarat membangun rumah tanpa pondasi: bisa tampak megah dari luar, tapi rapuh di dalam.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, jawaban dari pertanyaan mutu atau akreditasi, mana yang harus didahulukan? sangat jelas. Perguruan tinggi harus mendahulukan mutu dalam segala aspek pengelolaan institusi pendidikan tinggi. Akreditasi hanyalah bentuk pengakuan atas mutu yang sudah terbangun dengan baik.

Mutu yang terjaga dengan baik melalui penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) akan membuat proses akreditasi menjadi lebih mudah, transparan, dan kredibel. Perguruan tinggi yang menempatkan mutu sebagai prioritas utama tidak hanya akan mendapatkan akreditasi yang tinggi, tetapi juga akan mampu menghasilkan lulusan yang siap bersaing dan relevan di era global.

Dengan mematuhi ketentuan yang diatur dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, diharapkan setiap perguruan tinggi di Indonesia dapat mengembangkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, sekaligus memastikan proses akreditasi berjalan sesuai nilai-nilai integritas, transparansi, dan keadilan.