Yogyakarta, 23 Mei 2025. Dalam lanskap pendidikan tinggi yang terus berkembang, perguruan tinggi dituntut untuk tidak hanya unggul dalam tridharma, tetapi juga adaptif terhadap dinamika regulasi dan akuntabel dalam penjaminan mutu. Salah satu upaya sistemik yang terus diperkuat adalah penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), sebagai landasan untuk mewujudkan mutu pendidikan tinggi yang berkelanjutan.
Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 hadir sebagai regulasi baru yang membawa sejumlah perubahan penting dalam tata kelola mutu pendidikan tinggi. Pasal 53 menegaskan peran dua sistem penjaminan mutu, yakni internal (SPMI) dan eksternal (SPME melalui akreditasi). Selain itu, Pasal 66 mengatur bahwa dokumen akreditasi kini harus bersumber dari data yang terintegrasi secara nasional, seperti PDDikti, SINTA, SIMKATMAWA, dan Tracer Study.
Menyikapi perubahan ini, BAN-PT telah menetapkan masa transisi hingga 16 Agustus 2025 sebagai batas akhir penggunaan instrumen akreditasi lama. Sementara itu, perguruan tinggi masih dapat mengajukan akreditasi dan konversi hingga 31 Desember 2024 sebelum seluruh sistem beralih ke instrumen yang sesuai dengan Permendikbudristek 53/2023. Ini menjadi masa penting bagi kampus untuk menyesuaikan sistem mutu internalnya.
Menariknya, proses ini tidak hanya sebatas kepatuhan terhadap regulasi. Dalam praktiknya, SPMI dapat menjadi alat strategis untuk meningkatkan efisiensi tata kelola mutu. Seluruh insight strategis tersebut disampaikan dalam pelatihan daring bertajuk “Sukses Implementasi SPMI-PT” yang berlangsung pada 20–21 Mei 2025, diselenggarakan oleh PT Solusi Kampus Indonesia bersama SPMRU UGM. Kegiatan ini diikuti oleh 44 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan menghadirkan narasumber seperti Prof. Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr.; Ir. M. Waziz Wildan, M.Sc., Ph.D., IPU; Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA; Prof. Dr. Ir. Retno Indrati, M.Sc.; serta Prof. Dr. Leni Sophia Heliani, M.Sc., yang membahas secara mendalam mengenai implementasi SPMI, hubungan dengan SPME, penyusunan dokumen mutu, dan praktik tata kelola akademik berbasis mutu.

Pelatihan ini berbeda dengan pelatihan SPMI lainnya, karena tidak hanya menjadi ajang berbagi praktik dan strategi yang telah diterapkan oleh SPMRU UGM, tetapi juga dapat menjawab kebutuhan penting dalam penerapan SPMI di perguruan tinggi. Menurut Prof. Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr., salah satu tantangan utama dalam penerapan SPMI di kampus adalah kurangnya pemahaman yang menyeluruh di tingkat institusi. Untuk itu, mengikuti pelatihan yang selalu diperbarui sesuai arah kebijakan dan perkembangan regulasi terbaru seperti pelatihan ini, menjadi langkah penting agar perguruan tinggi dapat menjalankan SPMI secara lebih tepat dan berkelanjutan. Selain itu, perguruan tinggi lain juga dapat menjadikan SPMRU UGM sebagai rujukan dalam membangun sistem penjaminan mutu, mengingat UGM telah mengimplementasikan SPMI jauh sebelum regulasi pemerintah menetapkannya secara formal. Pengalaman panjang dan konsistensi UGM menjadi sumber pembelajaran yang berharga bagi institusi lain yang ingin memperkuat tata kelola mutu di kampusnya.

Ucapan terima kasih dan apresiasi disampaikan kepada seluruh peserta pelatihan atas partisipasinya, serta kepada SPMRU UGM atas kolaborasi dan dukungan yang memungkinkan terselenggaranya forum ini. Semoga semangat peningkatan mutu pendidikan tinggi dapat terus mengakar dan berkembang di seluruh penjuru tanah air.